Saturday, December 26, 2009

Cadangan Uranium Kalbar Cukup untuk 150 Tahun

Sabtu, 26 Desember 2009 16:31 WIB | Ekonomi & Bisnis | Bisnis | Dibaca
278 kali
Pontianak (ANTARA News) - Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bapedda) Kalimantan Barat, Fathan A Rasyid, menyatakan bahwa cadangan
uranium di provinsi itu bisa digunakan untuk Pembangkit Listrik Tenaga
Nuklir selama 150 tahun.

"Dari data yang ada Kalbar setidaknya memiliki 25 ribu ton uranium yang
tersebar di sekitar Kabupaten Melawi," kata Fathan A. Rasyid di
Pontianak, Sabtu.

Ia mengatakan, PLTN merupakan solusi dalam mengatasi kekurangan energi
listrik di Kalbar dan Pulau Kaliamantan pada umumnya.

"Baru-baru ini Bapedda Sekalimantan telah menyepakati akan mengembangkan
PLTN di pulau itu dalam mengatasi kekurangan energi listrik," kata Fathan.

Kalbar setidaknya memiliki PLTN berkapasitas 1.000 mega watt untuk
mengatasi krisis listrik di provinsi itu. "Akibat krisis listrik tidak
sedikit niat investor yang ingin menanamkan modalnya harus ditolak
karena terbatasnya pasokan listrik," katanya.

Ia mengatakan ke depan energi listrik dari nuklir memang harus
diperhitungkan, kalau tidak diambil langkah tersebut maka krisis listrik
di provinsi ini akan terus berkepanjangan.

"Kami menargetkan PLTN bisa terwujud 10 hingga 16 tahun ke depan. Saat
ini pengembangan PLTN di Kalbar sudah masuk tahap studi kelayakan atau
pase dua," ujarnya.

Sebelumnya, Gubernur Kalbar Cornelis mengatakan dua kabupaten, yaitu
Kabupaten Melawi dan Landak di provinsi itu dapat menjadi lokasi
pembangunan PLTN.

Menurut dia, Kalbar memenuhi syarat untuk dibangun PLTN, karena salah
satu wilayah yang mempunyai uranium, yakni di Kabupaten Melawi.

Selain itu, lanjut dia, Kalbar relatif aman dari bencana seperti gempa.
"Sekarang bagaimana mengemas teknologi supaya tidak bocor, dan limbahnya
aman," katanya.

Gubernur Cornelis telah menyampaikan usulan pembangunan PLTN itu kepada
Dewan Energi Nasional.

Namun, lanjut dia, rencana dan pengembangan sumber energi di Kalbar
sangat tergantung komitmen dari Pemerintah Pusat. "Investor sebenarnya
banyak yang mau untuk mengembangkan listrik di Kalbar," katanya.

Konsumsi terbesar energi listrik di Kalbar untuk Kota Pontianak dan
sekitarnya. Beban puncak sekitar 123 MW, daya mampu 148 MW.
(*)

Monday, December 14, 2009

Indonesia, Negara Pertama yang Memanfaatkan Gas Buang Karbon Dioksida

Senin, 14 Desember 2009 | 18:08 WIB

KOPENHAGEN, KOMPAS.com — PT Resources Jaya Teknik Indonesia (RMI)
menjadikan Indonesia sebagai negara pertama yang melakukan langkah nyata
dalam pemanfaatan teknologi terapan pemanfaatan gas buang karbon
dioksida di Forum Bright Green, Kopenhagen, Denmark, yang digelar 12-13
Desember 2009.

Forum Bright Green adalah pameran teknologi ramah lingkungan yang
diikuti ratusan industri dan universitas penyedia teknologi ramah
lingkungan. Menteri Ilmu Pengetahuan dan Inovasi Denmark Helge Sander,
Putri Kerajaan Swedia Victoria Ingrid Alice Desiree, Pangeran Norwegia
Haakoen Magnus, dan Pangeran Kerajaan Denmark Frederik Andre Hendrik
Christian hadir dalam perhelatan tersebut.

Penandatanganan MoU dilakukan Presdir PT Resources Jaya Teknik Indonesia
Rohmad Hadiwijoyo dan Chief Sales Officer Union Engineering Michael
Mortensen serta disaksikan Jari Frijc-Madsen, perwakilan Deplu Denmark,
dan Duta Besar Indonesia untuk Denmark, Abdul Rahman Saleh.

Dalam MoU yang ditandatangani pada 12 Desember tersebut, kedua pihak
sepakat akan membangun sistem teknologi Dry Ice Expanded Tobacco,
pengembang tembakau menggunakan es kering (DIET) di Cilegon, Jawa Barat,
senilai 12 juta dollar AS.

Cara kerja teknologi Dry Ice Expanded Tobacco adalah dengan
menyemprotkan selubung karbon dioksida pada daun tembakau kemudian
diberikan tekanan dan suhu yang tinggi sehingga memaksa volume sel daun
tembakau mengembang hingga dua kali lipat.

Menurut Managing Director AircoDiet, anak perusahaan Union yang
mengembangkan teknologi DIET, Asbjorn Schwert, dengan aplikasi teknologi
ini, volume tembakau yang dihasilkan menjadi dua kali lipat sehingga
menekan jumlah tembakau yang digunakan dalam produksi rokok. "Gas
karbondioksida yang digunakan juga hanya 50 persen dalam satu kali
proses. Sisanya bisa kembali digunakan untuk produksi selanjutnya,"
sebutnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com.

Menurut Michael Mortensen, gas karbon dioksida dalam sistem DIET
berkapasitas 300 kg/jam yang dibangun di Cilegon itu akan memanfaatkan
karbon dioksida hasil olahan gas buang PT Krakatau Stell yang dikerjakan
PT Krakatau Karbonindo. PT Krakatau Karbonindo merupakan anak usaha
bersama RMI dan Krakatau Stell yang awal tahun ini membangun pemurnian
karbon dioksida senilai 31,8 juta dollar AS berkapasitas 72.000 ton
karbon dioksida per tahun di Cilegon. "Dengan kesepakatan ini, RMI
menjadi perusahaan pertama non-produsen rokok yang memanfaatkan
teknologi DIET. Indonesia menjadi negara pertama yang melakukan langkah
nyata di Kopenhagen," ujar dia.

RMI sebelumnya telah menandatangani kesepakatan dengan pihak American
Sumatra Tobacco Company di Medan. Dalam draf MoU yang ditandatangani
itu, RMI akan menerapkan teknologi DIET pada stok tembakau Sumatera
Tobacco, yang merupakan pengekspor rokok terbesar di Indonesia.

Editor: Edj

Tuesday, May 26, 2009

Doctor Fish, Ikan Pengelupas Kulit

Selasa, 26 Mei 2009 | 21:23 WIB

KOMPAS.com - Ikan Garra Rufa asal Turki atau yang biasa dikenal dengan
"The Doctor Fish" (Sang Ikan Doktor) yang selama ini dipamerkan di Sea
World Indonesia (SWI) berkhasiat menyembuhkan penyakit kulit.

Salah seorang supervisor SWI, Wahyu Setiono, di Jakarta, mengatakan,
ikan yang berukuran maksimal 14 cm tersebut mampu memberikan khasiat
terapi kerena memiliki enzim yang dapat menormalkan proses pembaruhan
kulit dari hasil sekresi ikan pada saat menggigit.

"Ikan ini sebagai ikan pembersih karena hanya memakan daerah kulit yang
mati atau terinfeksi, dan meninggalkan kulit yang sehat terus tumbuh,"
katanya.

Menurut Wahyu, pihaknya saat ini telah menyediakan dua kolam khusus bagi
pengunjung WSI yang ingin terapi dengan menggunakan ikan Garra Rufa.

Setiap kolam yang diisi 1.500 ikan Garra Rufa digunakan untuk enam
orang. "Pada saat kaki dimasukkan ke dalam kolam, ikan tersebut langsung
menggigit. Tapi tidak sakit kok, hanya pertamanya geli, tapi seterusnya
enak," ujarnya.

Ketika ikan itu menggigit, lanjut dia, ikan tersebut mengeluarkan enzim
unik bernama dithranol (anthralin) yang dapat menghambat pertumbuhan sel
kulit yang terlalu cepat. Oleh karena itu, gigitan ikan itu dipercaya
dapat membantu mereka penderita penyakit kulit seperti psoriasis.

Selain itu, manfaat dari terapi tersebut di antaranya mampu memproses
eksfoliasi (pengelupasan kulit mati) yang lebih alami dan organik,
meningkatkan penyerapan kelembaban kulit, memperlancar sirkulasi darah,
mengurangi dan mengaburkan bekas luka, membantu peremajaan kulit,
membuat kulit lebih halus dan bersih dan lainnya.

Bagi para pengunjung yang mencoba terapi tersebut dikenakan tarif
tambahan senilai Rp30 ribu dengan durasi waktu selama 20 menit.

"Pengunjung yang ikut terapi ini setiap harinya lumayan banyak. Bahkan
kalau hari libur di atas seratus orang," katanya.

SPA Garra Rufa ini awalnya hanya sebatas di negara Turki, namun kini
berkembang di negara-negara lain seperti China, Jepang, Korea Selatan,
Singapura dan Malysia.

Salah seorang pengunjung yang ikut terapi, Adi, mengatakan gigitan ikan
Garra Rufa awalnya seperti disengat listrik. "Kayak disengat listrik,
tapi lama ke lamaan kaki rasanya enak dan pegal-pegal menjadi hilang,"
katanya.


Sumber : Antara