Rabu, 13 Mei 2009 | 17:41 WIB
SERANG, KOMPAS.com - Sepanjang Rabu dinihari Gunung Anak Krakatau di
perairan Selat Sunda, Provinsi Lampung, mengeluarkan semburan pijar
berupa lontaran bebatuan berwarna kemerahan dengan suhu mencapai 2.500
derajat celcius.
Petugas Pengamat Pos Pemantauan Gunung Anak Krakatau di Desa Pasauran,
Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, Dani Hamdani, Rabu, membenarkan
bahwa pada pada dinihari letusan dan kegempaan Gunung Anak Krakatau
mengeluarkan semburan pijar berupa bebatuan disertai suara dentuman
sebanyak 22 kali.
Semburan pijar itu terlihat jelas di pos pemantauan di Desa Pasauran
Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang yang jaraknya mencapai 42 kilometer.
Menurut dia, semburan pijar itu akibat meningkatnya frekuensi aktivitas
letusan dan kegempaan dalam perut Gunung Anak Krakatau.
Oleh karena itu, pihaknya melarang pengunjung dan nelayan mendekati
kawasan tersebut karena sangat berbahaya. "Bayangkan, jika terkena
lontaran bebatuan itu, kulit akan melepuh," ujarnya.
Dia menyebutkan, pihaknya hingga saat ini terus melakukan pemantauan dan
pengawasan menyusul peningkatan status "siaga" atau level III dari
sebelumnya waspada atau level II.
Sementara itu, Hilman (45) pengelola obyek wisata di Pantai Anyer
mengaku, saat ini banyak pengunjung ingin melihat secara langsung
keindahan pijar berupa bebatuan krikil berwarna kemerah-merahan yang
dilontarkan dari letusan Gunung Anak Krakatau pada malam hingga dinihari.
"Saya kira letusan Gunung Anak Krakatau memiliki daya tarik sendiri
karena berada di tengah lautan juga bisa mendatang wisatawan domistik
maupun mancanegara," ujarnya.
No comments:
Post a Comment