JENEWA, KOMPAS.com - Indonesia mendesak disepakatinya mekanisme baru
virus sharing, pada World Health Assembly (WHA) ke-62. Desakan ini
disampaikan dalam sambutan Menteri Kesehatan, Dr. dr. Siti Fadilah
Supari, Sp.Jp(K) yang membuka hari kedua WHA, tanggal 19 Mei 2009.
Sebelumnya Intergovernmental Meeting – Pandemic Influenza Preparedness
(IGM-PIP) pada 14-15 Mei menjelang WHA, telah menyepakati sebagian besar
butir-butir pembahasan namun masih menyisakan pembahasan isu-isu
sensitif terkait virus sharing.
"Padahal, mekanisme kesiapsiagaan pandemi H1N1 saat ini semakin
menguatkan sinyal perlunya perombakan sistem surveilans influenza dan
adanya mekanisme berbagi virus yang adil dan transparan yang
mengintegrasikan benefit sharing," kata Menteri.
Menteri Kesehatan menyoroti sikap WHO yang tidak melakukan upaya
proaktif, tepat waktu serta sistematis dalam merekomendasikan
negara-negara yang memiliki kapasitas produksi untuk memulai produksi
suplai antivirus generik. Padahal di saat yang sama, negara-negara maju
telah menandatangani perjanjian dengan produsen vaksin untuk memastikan
mereka mendapat produksi vaksin pandemi secara langsung dan lebih dulu,
suatu hal yang merugikan serta menimbulkan risiko bagi negara-negara
berkembang.
"Belum lagi, banyak negara maju yang telah memiliki kontrak di muka
untuk mengamankan lebih dari 200 juta dosis vaksin flu pandemi, atau
sekitar lebih dari setengah produksi vaksin flu musiman saat ini. Kalau
sudah begini, apa yang tersisa bagi negara-negara berkembang?," kata
Menteri.
Menteri juga mengkritik ditingkatnya kewaspadaan pandemi dari 3 ke 4,
lalu ke 5, dan kemudian mengumumkan semakin dekatnya pandemi flu baru
H1N1. Padahal walau penyebaran H1N1 sangat serius dan meluas, flu baru
H1N1 ini memiliki tingkat kematian yang rendah sekitar kurang dari 2
persen, angka yang sangat jauh jika dibandingkan angka kematian akibat
flu musiman.
Untuk itu, Menteri juga mendesak WHO adanya redefinisi kriteria
penentuan tingkat kewaspadaan pandemi. "Akan lebih akurat lagi jika WHO
meredefinisi penentuannya dengan mempertimbangkan pula indikator klinis
(angka kasus dan kematian) dan indikator sekuens genetik (tinggi atau
rendahnya patogenetik dari virus), tidak hanya tingkat penularannya,"
tambahnya.
Banyak kemajuan telah dicapai sejak IGM-PIP Desember lalu, untuk
membentuk kerangka dan Standard Material Transfer Agreement (SMTA),
serta pembentukan Advisory Mechanism dan Influenza Virus Traceability
Mechanism dengan telah disetujuinya sebagian besar butir-butir kesepakatan.
Jika telah disahkan dan berkekuatan hukum SMTA akan merubah secara
radikal tatanan penggunaan virus yang berlaku selama 62 tahun ini, dalam
sebuah kerangka yang lebih adil transparan dan setara. Dan akan membuka
akses terhadap virus influenza, yang berarti membuka peluang besar untuk
para peneliti negara berkembang untuk meningkatkan kapasitas
penelitiannya sehingga Indonesia dan negara berkembang lainnya dapat
mengembangkan alat diagnostik, vaksin dan obat obatan terhadap virus flu
burung dan virus lainnya yang berpotensi pandemi, termasuk H1N1,
sehingga kapasitas penelitian dan produksi vaksin tidak terbatas pada
beberapa negara maju saja..
"Upaya bersama kita dalam mewujudkan mekanisme baru yang adil,
transparan dan setara ini sangat penting dan dapat dilaksanakan untuk
memastikan isu-isu kunci tertuntaskan pada WHA ini, dalam rangka
memberikan solusi dan perlindungan jangka panjang bagi kesehatan publik
global," kata Menteri Kesehatan.
WHA merupakan sidang tertinggi dari Badan Kesehatan Dunia PBB atau WHO
(World Health Organization) yang bersidang sekali dalam setahun setiap
bulan Mei di Jenewa, Swiss.
Intergovernmental Meeting on Pandemic Influenza Preparedness (IGM - PIP)
adalah sebuah proses pertemuan Negara anggota yang diselenggarakan
Sekretariat WHO untuk memfinalisasi negosiasi mengenai sistem baru virus
sharing influenza H5N1 dan benefit sharing timbul dari penggunaan virus
dan bagian-bagiannya.
ABD
No comments:
Post a Comment